Selasa, 25 Januari 2011

Cinta Ini Milikmu Mama

" Guh , bangun.. Sarapanmu udah mama siapin di meja." Tradisi ini sudah berlangsung 20 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat tapi kebiasaan mama tak pernah berubah. "Mama sayang. ga usah repot-repot ma, aku sudah dewasa." pintaku pada mama pada suatu pagi. Wajah tua itu langsung berubah. Pun ketika mama mengajakku makan siang di sebuah restoran. Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya, ingin kubalas jasa mama selama ini dengan hasil keringatku. Raut sedih itu tak bisa disembunyikan. Kenapa mama mudah sekali sedih? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami mama karena dari sebuah artikel yang kubaca.. orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak. tapi entahlah.. Niatku ingin membahagiakan malah membuat mama sedih. Seperti biasa, mama tidak akan pernah mengatakan apa-apa.
Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya "Ma, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan mama. Apa yang bikin mama sedih?" Kutatap sudut-sudut mata mama, ada genangan air mata di sana . Terbata-bata mama berkata, "Tiba-tiba mama merasa kalian tidak lagi membutuhkan mama. Kamu sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Mama tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kamu, mama tidak bisa lagi jajanin kamu. Semua sudah bisa kamu lakukan sendiri"

Ah, Ya Tuhan, ternyata buat seorang Ibu. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya.. Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing. Diam-diam aku merenungkan. Apa yang telah kupersembahkan untuk mama dalam usiaku sekarang? Adakah mama bahagia dan bangga pada putrinya? Ketika itu kutanya pada mama. Mama menjawab "Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kamu berikan pada mama. Kamu tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan. Kamu berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat mama. Setelah dewasa, kamu berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat mama. Setiap kali binar mata kamu mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua."

Lagi-lagi aku hanya bisa berucap "Ampunkan aku ya Tuhan kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada mama. Masih banyak alasan ketika mama menginginkan sesuatu." Betapa sabarnya mamaku melalui liku-liku kehidupan. Mamaku seorang yang idealis, menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun. Ah, maafin kami mama..... 18 jam sehari sebagai "pekerja" seakan tak pernah membuat mama lelah. Sanggupkah aku ya Tuhan? " Guh , bangun nak, sarapannya udah mama siapin di meja. " Kali ini aku lompat segera, kubuka pintu kamar dan kurangkul mama sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan. "Terimakasih mama, aku beruntung sekali memiliki mama yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan mama." Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan.. Cintaku ini milikmu, Mama. Aku masih sangat membutuhkanmu. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu.

Sahabat..., Tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat "Aku sayang padamu". Namun begitu, Tuhan menyuruh kita untuk menyampaikan rasa cinta yang kita punya kepada orang yang kita cintai.... Ayo... Kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita, Ibu.. Walau mereka tak pernah meminta. Percayalah.. kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia...

"Ya Tuhan, cintailah mamaku, beri aku kesempatan untuk bisa membahagiakan mama....."

(By: Unknown Author)

Manusia “kudus” Dimata Dosa

Ketika merenungkan kekudusan, hatiku terperanjat. Apa yang terjadi dengan manusia. Mereka terus mendengungkan kekudusan hidup sebagai utopia hatinya. Mendambakan kekudusan seperti impiannya tetapi justru diingkari dalam hidupnya. Dengan mulut manisnya mengatakan kekudusan, tapi kelakuan menista kekudusan. Virus apa yang menjangkit manusia? Wabah apa yang sedang melanda manusia?
“Karena dosalah manusia tidak bisa hidup kudus dan berlaku dengan penuh nafsu mereka.” Begitu dalih manusia menjawabnya. Dasar keturunan Sang Adam dengan mengkambing hitamkan dosa, mereka menyucikan diri atas perbuatannya. Apakah semua itu salah dosa? Benarkah dosa yang salah? Sungguh picik manusia, berbuat tetapi tidak mengakuinya. Apakah kau lupa tanggung jawabmu sebagai ciptaan Allah yang mulia? Semua itu kamu lakukan dengan kesadaranmu, bahkan kamu sangat menikmatinya tapi mengapa kamu tidak mau mengakuinya? Status keberdosaanmu bukanlah suatu alasan untuk membenarkan perilaku bejat yang kamu sadari,nikmati bahkan selalu kamu rindukan… hidup ini adalah hidupmu, tubuh itu adalah tubuhmu, apa yang kamu lakukan adalah tanggungjawabmu. Masihkah kamu ingin melemparkan tanggung jawab itu kepada dosa? Dulu nenek moyangmu melemparkan tanggung jawab itu kepada ular dan dengan bangga mempersalahkan Allah ketika Allah bertanya kepada Adam mengenai buah yang dilarang. Sekarang kamupun mengulanginya? Mempersalahkan Allah dengan melemparkan tanggung jawab itu kepada dosa?
Manusia… manusia… kurang apa Penciptamu? Dia menciptakanmu… menyapihmu, mendidikmu, memberi kunci kehidupan bahkan mati untukmu… Perlukah Dia mati untuk kedua kalinya? Perlukah Yesus, Anak Allah itu disalibkan untuk kedua kalinya??? Dengan cara apa kamu bisa sadar?? Tanyakan itu dalam hatimu? Cara seperti apa yang kamu inginkan untuk menyadarkanmu? Jangan karena neraka kamu bertobat, bukan karena takut kamu ubah hidupmu, tapi karena mengerti siapa penciptamulah harusnya kamu berubah. Bertobatlah.!! Bertobatlah !! Dan bertobatlah…!!! Hanya itu yang bisa aku katakan kepadamu. Biarlah darah suci yang telah tertumpah di atas paku salib itu mengaliri tubuhmu dan membasahi hidupmu sehingga hatimu dilembutkan, jiwamu diselamatkan dan hidupmu diubahkan. Puji nama Yesus.
 
saduran dari naomi blog