Perpuluhan dengan persembahan serupa tapi tak sama
Perlu diingat bahwa perpuluhan adalah persembahan kepada Allah yang berasal dari pendapatan (berkat yang diberikan Allah) sebagai tanda ketaatan dan ketergantungan umat kepada Allah, biasanya ukuran yang dipakai adalah sepersepuluh dari pendapatan. Sebagai bagian dari persembahan, ada keserupaan antara perpuluhan dengan persembahan pada umumnya seperti: pemberian kepada Allah sebagai persembahan yang benar, biasanya berupa uang ataupun hasil tanah dilakukan denga dasar hati yang tulus, benar dan kasih, diberikan dari milik terbaik dan tidak bercacat. Akan tetapi ada kekhususan yang membedakan perpuluhan dengan persembahan lainnya. Kekhususan dari perpuluhan adalah merupakan suatu persembahan yang harus dilakukan secara rutin, teratur dan adanya pedoman yang mengatur yaitu sepersepuluh dari pendapatan. Perpuluhan bukanlah persembahan sukarela seperti persembahan pada umumnya, dalam artian boleh dilakukan dan boleh tidak, diberikan sesukanya, sebebas-bebasnya tetapi persembahan yang secara khusus diatur sebagai sebuah kedisiplinan rohani. Perpuluhan harus diberikan kepada Allah secara rutin dan teratur sebagai tanda pengakuan terhadap kuasa Tuhan dan ungkapan syukur atas berkat Allah dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bait Allah. Allah telah memberikan hidup dan berkatnya sehingga adalah tanggung jawab moral ketika memberi perpuluhan kepada Allah yang mengaruniakan hidup.
Istilah mana yang benar? “Perpuluhan” atau “Persepuluhan”?
Dalam pengistilahan, ada dua istilah yang berkembang yaitu “persepuluhan” dan “perpuluhan”, bahkan tak jarang dua istilah ini dipermasalahkan istilah mana yang benar. Tatkala, memperhatikan dalam Alkitab memang yang tertulis adalah persepuluhan bukan perpuluhan. Sebenarnya istilah “perpuluhan” adalah perkembangan dari istilah “persepuluhan.” Dalam perkembangan bahasa Indonesia terdapat perkembangan yang semakin menyingkat guna mempermudah pengucapan yang biasanya disebut sebagai bentuk adaptasi. Ketika dilihat dari tata bahasa Indonesia, kedua istilah ini memiliki akar kata yang sama yaitu sepuluh. Persepuluhan berasal dari kata dasar “sepuluh” yang diberi imbuhan per-an yang berarti sepersepuluh (bilangan yang berdasarkan sepuluh). Perpuluhan berasal dari kata “puluh”[1] yang diberi imbuhan “per-an”. Ada kalanya beberapa terjebak pada kesalahan bahwa persepuluhan berasal dari kata “puluhan” yang mendapat awalan “per-”, padahal dalam bahasa Indonesia, kata puluhan bukan kata dasar melainkan kata yang sudah berimbuhan dengan akhiran “-an”. Memang bukan tanpa alasan beberapa gereja menggunakan kata “perpuluhan.”
Istilah perpuluhan biasanya lebih menitikberatkan pada alasan ‘persepuluhan’ dimaknai sebagai pemberian 10 % sebagai tolok ukur atau memberi dari sepersepuluh (1/10) dimana lebih memiliki kecenderungan hitungan matematis harus 10%, tidak kurang dan tidak lebih. Penggunaan istilah yang berbeda ini seharusnya bukan menjadikan penekanan utama untuk diperdebatkan sebab kedua istilah ini sama saja, dapat ditukar-pakai dengan maksud dan arti yang sama. Lebih jauh lagi, dalam perpuluhan sebenarnya makna lebih penting daripada struktur kata, makna perpuluhan bagi iman dan spiritualitas kerohanian seseorang, dalam artian sejauh manakah ketertundukan dan kebergantungan hidup seseorang kepada Allah. Ketika mengutamakan istilah dan struktur kata, sebenarnya akan ada peluang besar untuk menjadikan perpuluhan sebagai legalisme semata. Mengenai istilah disini penulis lebih memilih untuk menggunakan istilah perpuluhan untuk menghindari pemahaman perpuluhan yang hanya jatuh pada perhitungan matematis semata.
Apakah Yesus Meniadakan Perpuluhan?
Memang menjadi tanda tanya besar ketika dalam Perjanjian Baru, perpuluhan yang sangat ditekankan dalam Perjanjian Lama seakan-akan ‘kurang ditekankan’, bahkan Yesus memberikan kecaman-kacaman berkaitan dengan persepuluhan seperti dalam Matius 23:23, Lukas 11:42, sehingga sering menjadi dasar acuan bahwa persepuluhan tidak perlu lagi dilakukan pada masa kini. Akan tetapi perlu diingat bahwa dalam Kitab Injil, Tuhan Yesus menyinggung persembahan selalu dalam kaitan hukum adat dan legalisme Taurat yang diselewengkan seperti dalam Matius 8:4, 9:13, 12:7, 15:5, 23:19.
Sebenarnya perpuluhan berakar dari Perjanjian Lama tetapi juga dibina di dalam Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru perpuluhan sangat diatur dengan ketat sebagai kewajiban yang mutlak. Akan tetapi “aturan yang begitu detail, menjadikan perpuluhan berubah sekadar legalisme seperti ketika masa kerajaan, bukan dengan hati tetapi karena kewajiban dan hukuman.” Inilah yang ingin Yesus luruskan melalui pengajaran-Nya. Yesus datang tidak untuk meniadakan Hukum Taurat melainkan menggenapinya, menyempurnakannya (Matius 5:17-19). Salah satu aspek penyempurnaannya adalah aspek “interioritas”. Maksudnya, perbuatan lahiriah saja tidak cukup, sebab Tuhan melihat hati. Ketika orang Farisi heran melihat Ia tidak mencuci tangan sebelum makan, Yesus berkata kepadanya:
“Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu. Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Luk 11:39-42).
Yang dimaksud Yesus dengan “isinya” adalah “bagian dalam” yaitu hati yang dalam Matius disamakan dengan keadilan dan kasih. Inilah yang ingin Yesus tekankan sebagai dasar dari perpuluhan kristiani. Alangkah tidak mungkin Yesus meniadakan perpuluhan tetapi Yesus memerintahkan orang kusta untuk memberi persembahan yang diperintahkan Musa (termasuk persepuluhan) di Matius 8:4. Perlu diingat bahwa dalam Perjanjian Baru, persepuluhan memang dianggap sudah sangat melekat dihati nurani Yahudi tetapi kehilangan maknanya. Oleh sebab itu Yesus datang untuk menggenapi artinya bukan membatalkan atau membebaskan sebebas-bebasnya melainkan memberikan penegasan sehingga perpuluhan menjadi kewajiban yang memerdekakan dan indah dilakukan.
Perpuluhan Khusus
Dalam perpuluhan ada yang namanya perpuluhan khusus. Perpuluhan khusus adalah perpuluhan yang dilakukan secara khusus, biasanya berkaitan dengan dua hal.
Pertama, berkaitan dengan orangnya. Perpuluhan khusus inilah yang menjadi jawaban pertanyaan beberapa hamba Tuhan, apakah hamba Tuhan harus memberikan perpuluhan? Dasar perpuluhan khusus adalah Bilangan 18:26-29, dimana orang Lewi membayar persepuluhan. Orang Lewi harus memberikan perpuluhan dari persembahan persepuluhan yang diterima mereka dari umat Israel. Prinsip perpuluhan khusus adalah prinsip yang sangat adil dan kasih. Perlu diingat bahwa bangsa Israel terdiri dari 12 suku dan dari 12 suku tersebut hanya suku Lewi yang tidak memberi perpuluhan. Artinya 11 suku memberikan perpuluhan kepada Suku Lewi. Dengan 11 suku yang memberikan persembahan persepuluhan kepada suku Lewi berarti sebenarnya suku Lewi mendapat 110 %. Untuk itu tatkala suku Lewi memberikan perpuluhan, maka bagiannya tersebut akan menjadi 90 sehingga semua suku sama rata mendapat bagian 90% (90% ini bukan masalah banyaknya uang atau harta yang didapat tetapi keadilan). Begitu juga dengan hamba Tuhan sekarang, harusnya memberikan perpuluhan sebagai bentuk kasih dan keadilan. Memang hamba Tuhan saat ini menerima perpuluhan dari jemaat tetapi tidak berarti hamba Tuhan tidak perlu memberi perpuluhan. Justru dengan memberi perpuluhan tersebutlah hamba Tuhan dapat belajar menyatakan iman, ketaatan dan kasih kepada Allah.
Kedua, berkaitan dengan caranya. Tak jarang juga ada jemaat yang memberikan perpuluhan melebihi pedoman umum yang dipakai yaitu sepersepuluh. Beberapa memberikan perpuluhan 30 persen, 50 persen bahkan 90 persen, dengan pengakuan berkat yang diterimanya sangat melimpah melebihi apa yang dibutuhkan sehingga dipersembahkan untuk pekerjaan Allah. Mengenai tempat memberi perpuluhan (khusus), tentu saja harus melihat kembali prinsip perpuluhan diberikan yaitu pertama, keutamaannya adalah untuk mencukupi kebutuhan rumah Tuhan. Selain itu, “dalam hal memberi perpuluhan kepada Tuhan, harusnya membawa seseorang mengakui dan menyatakan bahwa ia sangat berharap dan bersandar kepada Allah untuk segala keperluannya.”
Berkat atas Respon Umat terhadap Persembahan Perpuluhan
Tatkala membahas atau membicarakan mengenai perpuluhan, adakalanya langsung terpikir mengenai berkat yang didapatkan ketika memberi perpuluhan bahkan tak jarang yang menjadikannya sebagai tujuan utama memberikan perpuluhan. Dari sinilah perpuluhan sering dijadikan umpan, pancingan, metode, untuk mendapatkan berkat atau kekayaan. Memang dalam Maleakhi 3: 10 memaparkan adanya janji bahwa Allah akan memberikan berkatnya dengan mengatakan “ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” Akan tetapi ayat ini tidak dapat menjadikan dasar bahwa orang yang memberi perpuluhan akan hidup kaya raya, berlimpah berkat materi. Allah tidak mungkin dapat ” disogok” dengan persembahan seseorang, sebab Allah Yang Maha Pengasih adalah Allah Yang Mahatahu, Yang Maha Adil, Yang Maha Mengerti.
Sebenarnya, memberi adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia. Saat seseorang memberi dengan hati yang benar pasti akan memuaskan diri sendiri, sebab memberi adalah kebutuhan manusia. Hal ini berkaitan dengan imago dei yang ada dalam diri manusia. Sifat imago dei manusia menyebabkan manusia butuh untuk memberi seperti Allah yang adalah kasih, mengungkapkan kasih terbesar-Nya melalui pemberian Anak-Nya Yang Tunggal untuk manusia, begitu juga dengan manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah akan tampak ketika ia bertindak sesuai dengan sifat kasih Allah yaitu memberi. Oleh sebab itu ketika seseorang memberi perpuluhan dengan sukacita, sukarela dan disertai ucapan syukur, ia akan merasakan kelimpahan dari Allah bahkan sedikit-dikitnya ia dapat merasakan kecukupan atas berkat yang Allah berikan. Hidup yang dapat merasakan kepuasan, kelimpahan dan kecukupan dari Allah itulah berkat terbesar dari memberi perpuluhan. Mengenai berkat materi, itu adalah berkat sampingan. Beberapa memang memberi perpuluhan kemudian hidupnya menjadi kaya, akan tetapi banyak pula orang yang setia memberi perpuluhan tetapi hidupnya tetap sama saja. Oleh sebab itu, berkat materi tidak dapat menjadi patokan sebagai berkat Allah apalagi dijadikan sebagai retribusi dalam sistem tabur tuai atau bahkan sebagai “alat penggandaan uang” rohani, tentu saja tidak benar. Namun satu hal yang pasti adalah orang yang memberikan perpuluhan akan merasakan syukur berkat Tuhan yang diberikan itu cukup bahkan melimpah dalam hidupnya sehingga mampu membaginya kepada orang lain.
Hukuman Allah Terhadap Respon Perpuluhan
Allah juga menyediakan hukuman kepada manusia ketika ia tidak memberikan perpuluhan, bahkan beberapa orang menyebutnya sebagai kutukan Allah. Penghukuman Allah yang paling besar adalah ketika manusia tidak dapat merasakan kasih Allah yang begitu besar itu. Ketika seseorang tidak memberikan perpuluhan, ia sebenarnya melewatkan anugerah Allah untuk memberi artinya kebutuhan manusia untuk memberi belum terpuaskan sehingga ia pasti akan mengalami kekurangan dan tidak puas atas apa yang dimilikinya. Orang yang tidak memberikan perpuluhan tidak mampu merasakan kelimpahan tersebut, bahkan besar kemungkinan orang yang memberi perpuluhan dengan cara dan motivasi yang salahpun juga tidak mampu merasakan berkat ini. Meskipun mendapat materi yang jauh lebih banyak dari orang lain tetapi tetap kepuasan tersebut tidak didapatkan. Hal ini tentu dapat dimengerti sebab kepuasan diri tidak ditentukan besarnya materi yang diterima melainkan dari dalam yaitu bagaimana seseorang meresponi setiap berkat yang Allah berikan. Penghukuman lain yang dirasakan ketika tidak memberi perpuluhan mempengaruhi berkat yang Allah berikan. Berkat materi, harta atau uang yang didapatkan itu akan hilang tanpa terasakan manfaatnya, ibaratnya seperti “uang panas”, cepat didapatkan tetapi cepat hilang tanpa diketahui manfaat dan hasilnya. Konon mitos kristiani mengatakan uang tersebut Allah berikan kepada orang yang mampu mempertanggungjawabkan kepercayaan Allah, karena manusia hanya penatalayan Allah bukan pemilik harta.
Makna Perpuluhan Bagi Umat Percaya
1. Sebagai Tanda Kebergantungan kepada Allah
Setiap pemberian kepada Allah mengandung makna pengakuan yang penuh sukacita bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan hasil yang dipersembahkan sebagai tanda terima kasih dengan pengakuan iman. Perbuatan-perbuatan Allah terhadap umat tidak menjadikan manusia menjadi bebas (independen), tetapi justru bergantung kepada-Nya. Kebergantungan kepada Allah merupakan hubungan yang sangat penting dengan Dia. Kekayaan dan harta milik memang memiliki kecenderungan mengikat manusia bahkan dapat menjauhkan diri dari Allah, sehingga yang terjadi semakin banyak berkat didapatkan justru semakin menjauhkan diri dari Allah. Maka muncullah independensi bahwa “saya sudah memiliki semuanya, saya tidak membutuhkan Allah.” Dengan memberikan perpuluhan menyatakan bahwa umat mengakui kekuasaan Allah dalam kehidupannya dan umat menghendaki serta menginginkan hidup dalam kebergantungan kepada Allah. Perspektif psikologi agama memandang perpuluhan merupakan sebuah profesi dan peneguhan iman seseorang yang diwujudkan dalam tindakan. Ketika memberi perpuluhan maka seseorang menyatakan pengakuannya bahwa dalam kesemuanya itu, apa yang telah didapatkan berasal dari Allah, termasuk juga harta yang telah didapatkan dan diberikan dalam bentuk perpuluhan. Tuhan menjadi pemelihara atas dirinya, memang terkadang pemeliharaan tersebut dapat kurang atau lebih bahkan mungkin tidak cukup. Akan tetapi dalam hati memiliki kepercayaan bahwa Tuhan adalah yang berkuasa dan sangat bijaksana akan memelihara hidupnya. Hati yang demikian inipun adalah berkat yang telah diberikan oleh Tuhan untuk dapat mengucap syukur kepada-Nya dalam segala keadaannya. Dari sinilah perpuluhan menjadi tanda kebergantungan kepada Allah atau tanda iman. Ketika tidak memberikan perpuluhan sebenarnya ia tidak mengakui bahwa berkat yang didapatkan berasal dari Allah.
2. Sebagai Tanda Kasih
Perpuluhan harusnya dimaknai sebagai ungkapan cinta kasih kepada Allah. Praktik perpuluhan sesungguhnya adalah praktik iman atas dasar hukum kasih yaitu kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Orang kristen membayar perpuluhan harusnya berlandaskan iman dan kasih kepada Allah. Perpuluhan adalah salah satu ekspresi iman, maka memberi perpuluhan tanpa disertai kasih adalah sia-sia. Seperti kata pepatah mengatakan, you can give without love, but you can’t love without giving, makanya orang yang mengasihi Allah pasti akan memberi kepada Allah baik itu persembahan, perpuluhan bahkan dirinya sendiri sehingga perpuluhan dibayarkan bukan untuk mencari berkat ataupun keuntungan melainkan sebagai bentuk kasih kepada Tuhan Yesus Kristus. Orang Kristen hendaknya bukan mengejar berkat melainkan mencari sang Pemberi Berkat. Dalam 1 Tawarikh 29:3, Daud memberikan persembahan kepada Allah dengan prinsip karena cinta kasih kepada Allah, sebab Allah tidak mementingkan harta ataupun uang yang besar tetapi memandang hati yang sungguh-sungguh mengasihi. Namun perpuluhan tidak dapat menjadi patokan jika orang yang memberi perpuluhan pasti kerohaniannya tinggi.
3. Sebagai Tanda Hormat dan Ucapan syukur
Salah satu cara dimana orang kristen menghormati dan menyembah Allah adalah dengan memberi sebagai ungkapan syukur dan hormat, bahkan Allah sendiri mengungkapkan kasih terbesar-Nya kepada manusia dengan memberi diri-Nya melalui pengorbanan Kristus. Maka dari itu ketika umat Allah memberi perpuluhan harusnya dilakukan dengan ucapan syukur dan hormat. Konsep ini memang berasal dari Perjanjian Lama khususnya ketika melihat motif perpuluhan Abraham dan Yakub. Tatkala umat memberi perpuluhan kepada Allah sebenarnya merupakan ungkapan syukur karena berkat yang telah Allah berikan sehingga mampu untuk memberi perpuluhan, bahkan lebih dari itu memberi merupakan suatu anugerah dari Allah. Adalah sangat nista jika manusia tidak mampu mengucap syukur atas anugerah pemberian yang tak terperikan dalam berkat yang diterimanya dan juga atas pemberian hati yang mampu memberi.
4. Sebagai Tanda Kebebasan dari Kekuasaan Harta
Harta ataupun uang kekayaan merupakan godaan yang cukup menggiurkan bagi manusia. Alkitab berkata bahwa akar dari segala kejahatan adalah cinta akan uang. Semakin banyak manusia memiliki uang semakin besar pula keinginan lain yang ingin didapatkan, karena manusia tidak pernah puas. Ketika umat memberikan perpuluhan sebenarnya menyatakan bahwa Allah yang mengontrol dirinya dan bukan kekayaan yang mengontrol manusia. Pengakuan Ini merupakan pengakuan yang besar bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan Allah berhak penuh untuk mengambil ataupun mendapatkannya. Oleh sebab itu memberi kepada Allah, mengingatkan bahwa umat harus lebih tunduk pada Allah bukan pada harta. Dalam hal iman, memberikan perpuluhan menjadi suatu pengakuan bahwa “aku bukan tuan atas hartaku, aku juga bukan hamba atas hartaku, aku adalah pelayan Allah.” Pengakuan yang bukan karena ikatan harta, angka dan kuantitas melainkan suatu ketertundukan kepada anugerah Allah yang telah diberikan Allah sebagai anugerah. Pengakuan ini memberikan pemahaman yang lebih luas dalam hal harta dan perekonomian dengan bersikap seperti anak Allah dan bekerja dengan keyakinan bahwa kita memiliki hak sebagai anak Allah dan memberikan setiap otoritas kedalam tangan Allah yang adalah Tuhan atas diri dan atas setiap harta kekayaan yang dimilikinya. Ketika memberi perpuluhan maka seseorang menyatakan pengakuannya bahwa dalam kesemuanya itu, apa yang telah didapatkan berasal dari Allah, termasuk juga harta yang telah didapatkan dan diberikan dalam bentuk perpuluhan. Tuhan menjadi pemelihara atas dirinya, memang terkadang pemeliharaan tersebut dapat kurang atau lebih bahkan mungkin tidak cukup. Akan tetapi dalam hati memiliki kepercayaan bahwa Tuhan adalah yang berkuasa dan sangat bijaksana akan memelihara hidupnya. Hati yang demikian inipun adalah berkat yang telah diberikan oleh Tuhan untuk dapat mengucap syukur kepada-Nya dalam segala keadaannya.
Kepustakaan
Jake Barnett, Pandangan Alkitab tentang Kekayaan, Harta dan Himat,.
H. Jagersma, The Tithes in the Intertestamental Leiden: OTS Pubhishers, 1981.
Henry Lansdell, The Tithe in Scripture.
R.T. Kendall, The Gift of Giving.Great Britain: Hodder&Stoughton, 1998.
Joseph Tong, ‘Mengenai Persembahan Kristen’ dalam Jurnal Teologi Stulos Volume 8 No. 1
George A. E. Salstrand, Persembahan Persepuluhan.
George F. Moore, ‘tithes’ dalam Encyclopaedia Biblica. New York: The Macmillan Company, 1907
Mc. Kay, Servant and Stewards. Philadelphia: The Geneva Press.
Earle E. Cairns, Christianity Through The Centuries; a History of The Christian Church (Grand Rapid: Zondervan Publishing House, 1981
Mark Walter, Christian Living; Made Simple. Tennessee: AMG Publishiers, 2002), hlm. 108.
[1] Kata “puluh” adalah penyingkatan dari kata sepuluh. Bandingkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 709.